Malam
itu, setelah makan malam sekitar seratus
orang murid-murid yunior perguruan pencak silat itu dikumpulkan di
suatu ruangan yang cukup luas. Ruangan itu merupakan salah satu dari
ruangan-ruangan rumah peristirahatan di daerah Puncak Pass, Bogor.
Waki' salah satu dari murid-murid tersebut. Murid-murid hanya duduk
lesehan di atas tikar-tikar. Murid-murid yunior itu, memang sedang
mengikuti acara penyerahan baju latihan resmi perguruan pencak silat
tersebut. Setelah penyerahan baju latihan resmi tersebut, murid-murid
yunior akan menjalani latihan-latihan bela diri pencak silat dengan
mengenakan seragam latihan atasan putih lengan panjang dan bawahan
celana "gombrong - cingkrang" hitam. Plus, sabuk bela diri
yang masih berwarna putih, tentunya. Tidak seperti hari-hari latihan
sebelumnya, Waki' dan murid-murid yunior - pada tingkat yang
dinamakan Dasar Satu - melakukan latihan pencak silat hanya memakai
pakaian bebas kaos T-shirt dan celana training.
Waki' dan
murid-murid Dasar Satu seluruhnya telah berkumpul di ruangan itu.
Salah seorang instruktur pelatih membawakan
acara di depan sambil memegang- megang suatu pipa besi dari tangkai
pompa merek "Dragon".
"Tek
!", tiba-tiba terdengar seperti benda patah sangat keras.
Murid-murid terkejut, sambil mencari sumber suara tersebut.
"
Eh, putus ...", ucap instruktur perlatih pembawa acara
yang berada di depan. Murid-murid perguruan pencak silat seluruhnya,
sontak mengarahkan pandangannya pada pipa besi yang ada di tangan
isntruktur perlatih itu.
Hei,
ternyata pipa besi tangkai pompa "Dragon"
tersebut patah di tangannya. Istruktur itu seolah-olah tanpa sengaja
memutuskan pipa tersebut. Ia sambil tersenyum menunjukkan pipa
tersebut telah terpotong menjadi dua. Ia mematahkan besi pipa pompa
"Dragon" dengan hanya seperti memotes tangkai suatu
tanaman. Semua hadirin berdecak kagum, sambil tentunya berangan-angan
kapan mereka bisa seperti itu.
"Kalian
semua akan bisa seperti ini ! Tapi dengan apa ? Dengan latihan yang
rutin, tekun dan tanpa putus asa !" instruktur
yang bernama Mas Ekky yang ramah itu mengarahkan, memberi semangat
dan motivasi kepada para murid Dasar Satu.
"Nah,
setelah ini kalian akan melihat bagaimana mas-mas kalian melakukan
suatu bentuk latihan yang akan mengantar pada suatu kemampuan tingkat
tinggi seperti tadi yang saya lakukan. Ayo ikuti saya !" Mas
Ekky memberi perintah kepada murid-muridnya.
Murid-murid
Dasar Satu, dan tentu termasuk Waki' dipandu
oleh Mas Ekky ke ruang terbuka yang terletak di ruang belakang rumah
peristirahatan tersebut. Ruang terbuka tersebut cukup luas, kira-kira
seperempat lapangan bola luasnya. Waki' dan murid-murid lainnya
melihat beberapa senior mereka - sekitar tujuh orang - sedang duduk
bersila di atas hamparan rumput ruang terbuka, tepatnya taman
belakang rumah tersebut. Tangan-tangan mereka berada di depan
dada-dada mereka. Kedua telapak tangan mereka saling menangkup
seperti patung Budha. Akan tetapi anehnya, kedua telapak tangan yang
saling menangkup tersebut tidak saling menyentuh. Ada jarak di antara
keduanya sekitar lima centimeter. Hei, apa yang sedang mereka lakukan
? Kepala-kepala mereka tertunduk, seolah-olah khusyu sekali.
Tiba-tiba
tangan-tangan mereka yang telapak-telapaknya
saling berhadapan itu bergetar-getar. Getaran tangan-tangan mereka
makin kencang, makin bergoncang-goncang kesana-kemari. Selanjutnya,
goncangan-goncangan tersebut makin menggila. Tubuh-tubuh para senior
itu bergerak. Gerakan-gerakan nya tidak asal saja, akan tetapi itu
merupakan gerakan-gerakan jurus beladiri. Gerakan-gerakannya ada yang
seperti Brucelee, ada yang seperti Jacky Chen, dan lain sebagainya.
Masing-masing mempunyai karakter gerakan jurus yang berbeda-beda.
Waki' merasakan ada kejanggalan dalam gerakan-gerakan tersebut.
Gerakan-gerakan nya konstan dan cepat. Seakan-akan para senior yang
melakukannya tidak ada lelahnya. Waki' merasakan bahwa itu bukan
tenaga mereka sendiri. Waki' berpikir, ini seperti orang kesurupan.
Waki' pernah melihat orang-orang seperti ini dalam suatu pertunjukan
kuda lumping. Dan, Waki' sudah tahu orang-orang kuda lumping itu
sedang kesurupan. Kemasukan jin jahat, sehingga dapat melakukan
hal-hal di luar kebiasaan manusia biasa seperti ; makan beling
(kaca), berjalan di atas api, dan sebagainya.
Gerakan-gerakan
jurus-jurus silat para senior tersebut lama
kelamaan makin melemah. Mereka satu persatu akhirnya ada yang
terduduk, ada juga yang terbaring lemas. Mereka seperti tidak dalam
keadaan sadar. Lalu, para pelatih yang lebih senior yang dari tadi
hanya mengawasi, menyentuh bagian punggung-punggung para senior yang
sudah lemas itu. Sontak, mereka seperti tersadar, dan pulih kembali.
Apakah
yang mereka para senior alami tadi ?
Mengapa mereka bergerak seperti orang kesetanan ?
"Inilah
yang namanya ilmu getaran", tiba-tiba
Mas Ekky bersuara menjelaskan.
Tiba-tiba
ada seorang murid yunior berdiri sembari mengacungkan tangannya.
Seorang bertubuh kekar dengan perawakan
yang menunjukkan kerasnya pendirian. Di sekitar dagu dan pipinya
tumbuh jenggot dan cambang yang dipotong pendek, sehingga menambah
kesan keras dan seram pada wajahnya. Apalagi, tulang rahang pada
dagunya terlihat menonjol memberi kesan sangar. Permukaan kulit
wajahnya terlihat kasar, ada semacam guratan-guratan disana. Waki'
menebak mungkin usianya di atas tiga puluh lima tahunan.
"Ma'af
saya boleh bertanya ?", orang itu mulai berbicara sambil
tersenyum. Senyumnya seketika seakan menghapus kesan seram yang ada
pada wajahnya. Wajah sangar itu berubah menjadi begitu ramah, walau
masih dihiasi rambut-rambut pendek yang tumbuh kasar pada jenggot dan
cambangnya.
Seketika
itu juga, seluruh pandangan murid Dasar
Satu dan para pelatih senior tertuju padanya. Ada apa gerangan dengan
orang yang berperawakan mengerikan akan tetapi ramah itu ?
"Ya,
silahkan ...", sahut Mas Ekky sambil mengangkat tangannya
mempersilahkan, tak
lupa
senyum selalu tersungging pada wajahnya.
"Jadi
begini, jika saya lihat latihan yang dilakukan para senior yang kata
Mas tadi namanya getaran, kok seperti orang kesurupan ya ? Apa itu
karena seperti kemasukan jin atau makhluq halus ? Setahu saya di
dalam agama yang saya anut dalam hal ini Islam, itu dilarang. Mohon
dijelaskan ...terima kasih sebelumnya.", orang dengan perawakan
kasar itu bertanya panjang lebar dan setelah bertanya ia kembali
duduk.
"Begini,
getaran itu bukan kesurupan, akan tetapi itu suatu ilmu menangkap
getaran-getaran yang ada di alam. Di alam raya ini ada suatu ....",
Mas Ekky mulai memaparkan apa itu yang namanya getaran. Selanjutnya,
Waki' tidak fokus lagi mendengarkan penjelasan Mas Ekky. Waki' masih
melihat dan menperhatikan orang yang berperawakan kasar tadi. Orang
yang dengan lantangnya berani bertanya, bahkan seakan menuduh bahwa
getaran itu adalah kesurupan. Orang itu adalah salah satu murid
tingkat dasar satu dari seluruh murid. Orang itu duduk agak jauh dari
tempat posisi duduknya Waki'. Waki' pikir, tidak akan ada orang yang
punya pertanyaan seperti itu, kecuali orang itu punya perhatian
terhadap agamanya, peduli terhadap kelurusan keyakinannya. Waki'
punya ide ingin menyapa dan berkenalan dengan orang itu. Mungkin, ini
suatu peluang untuk lebih mengetahui apa itu Islam. Tapi, apa mau
dikata posisi duduk Waki' dan orang itu berjauhan. Baiklah, nanti
setelah bubar acara saja.
"Assalamu'alaikum
...", Waki' memberi salam pada orang yang berperawakan kasar
itu, sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Wa'alaikumussalam...",
balas orang itu, menyalami tangan Waki'.
"Kenalkan
nama saya Waki'", Waki' memperkenalkan dirinya.
" Arman
...", orang berperawakan kasar menyebutkan namanya.
Tak
berapa lama, Waki' terlibat perbincangan dengan Arman cukup lama.
Acara perkumpulan murid-murid yunior
perguruan pencak silat telah selesai. Waki' dan Arman
berbincang-bincang layaknya dua orang yang baru berkenalan. Berbicara
tentang asal-usul, alamat tempat tinggal, keadaan orang tua, kegiatan
sehari-hari dan banyak lagi. Tentu saja mereka membahas tentang ilmu
'getaran' yang mereka lihat tadi. Mereka sepakat bahwa ilmu getaran
itu tidak bedanya dengan kesurupan jin atau makhluq halus. Dan, itu
dilarang dalam Islam. Agaknya Arman lebih mengetahui tentang Islam
daripada Waki'. Arman berbagi lebih banyak kepada Waki'. Sehingga,
Waki' lebih banyak bertanya kepada Arman. Berdasarkan informasi
tanya-tanya kepada senior mereka, ilmu getaran akan di dapat pada
tingkat lima atau tingkat enam dalam perguruan pencak silat tersebut.
Sedangkan Waki' dan Arman masih berada di tingkat satu. Akhirnya,
mereka sepakat tetap berguru di perguruan itu sampai pada tingkatan
yang masih tidak menyelisihi keyakinan mereka. Entahlah, mungkin
sampai tingkat empat atau tingkat berapa.
Latihan
demi latihan, Waki' jalani dengan tekun dan
semangat. Kemampuan bela diri itu ia serap dengan mudah. Semua,
tergantung niat dan motivasi. Jika niat dan motivasi kuat, yaitu
sebagai bekal dalam menjalani jalan yang Waki' bayangkan akan penuh
tembok menjulang dan jurang menganga, maka mudah saja bagi Waki'.
Pertemanan dengan Arman pun makin dekat dan akrab. Di sela-sela waktu
latihan jika masuk waktu sholat, mereka melakukan sholat
bersama-sama. Mereka juga banyak berdiskusi tentang Islam di
jeda-jeda waktu latihan.
Pernah
suatu ketika, perguruan pencak silat
tersebut mengadakan ujian pengambilan "sabuk merah" sebagai
persyaratan untuk naik ketingkat dua yaitu yang dinamakan tingkat
Dasar Dua. Salah satu ujian yang dilaksanakan adalah lari marathon
dalam suatu kelompok yang terdiri sekitar sepuluh orang murid tingkat
satu. Lari marathon tersebut dilakukan di malam hari sampai menjelang
pagi. Ketika menjelang waktu subuh, kelompok-kelompok lari marathon
tersebut telah sampai pada pos terakhir yaitu pada garis finish.
Mereka sampai bertepatan dengan dikumandangkannya adzan subuh. Pos
terakhir tersebut berada di suatu daerah perkampungan pelosok
kabupaten. Suasana pedesaan penuh pohon, sawah dan rumah-rumah
sederhana penduduk menghiasi daerah itu.
Demi
mendengar adzan subuh yang berkumandang,
Waki' langsung memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari tempat
sholat. Dimanakah adzan itu dilantunkan ? Waki' mencari-cari penduduk
yang bisa ia tanya dimanakah masjid. Ketika, sedang mencari-cari,
Waki melihat Arman. Arman tidak satu kelompok dengan Waki'. Ternyata
Arman juga sedang mencari tempat sholat. Akhirnya mereka berdua
bersama-sama mencari tempat sholat. Ternyata masjid yang
mengumandangkan adzan subuh tadi jauh letaknya, sedangkan matahari
makin bangkit akan menyembulkan dirinya dari permukaan bumi. Jika
sampai matahari terbit, maka waktu subuh sudah habis.
Jika
demikian, bagaimanalah bisa sholat subuh ?
Kemudian mereka berdua ada ide untuk menumpang sholat di salah satu
rumah penduduk. Tidak jauh dari mereka berdua, ada rumah penduduk
dengan gaya rumah Betawi. Rumah dengan teras yang sangat luas.
Baiklah, sepertinya rumah itu yang bisa sebagai tempat menumpang
sholat. Mereka berdua bisa sholat di teras, tanpa masuk ke dalam
rumah. Sehingga tidak mengganggu 'privasi' tuan rumah. Singkat
cerita, akhirnya Waki' dan Arman dapat menunaikan kewajiban sebagai
seorang muslim, sholat subuh. Bahkan, mereka bisa melakukan sholat
subuh secara berjama'ah, karena ternyata banyak murid-murid tingkat
satu perguruan pencak silat itu yang terpanggil ikut menunaikan
sholat subuh secara bersama-sama. Mengapa ? Ya karena melihat Waki'
dan Arman sholat di teras rumah tersebut. Mereka telah menjadi sebab
ingatnya para murid lain tentang kewajiban mereka. Alhamdulillah.
Kejadian
tersebut, menjadi sebab makin akrabnya Waki' dan Amran. Setelah
selesai sholat subuh, mereka pun berbincang-bincang.
"Amran,
kamu suka ikut pengajian nggak ?" tanya Waki' pada Amran sambil
mereka berjalan kembali menuju kelompok ujian kenaikan tingkat
perguruan pencak silat. Waki' berpikir, Amran lebih banyak mengetahui
tentang Islam, pastilah ia belajar tentang Islam, entah di pondok
pesantren ataukah di suatu pengajian, atau entahlah dimana. Apalagi
semangat dan kepedulian Amran terhadap keselamatan keyakinannya layak
diacungkan jempol bagi Waki'
"Ya
ikut sih, kamu mau ikut ?" Amran langsung menawarkan.
"Ya
mau saja, dimana ?", bak gayung
bersambut Waki' langsung menyetujui.
"
Kalau begitu, kamu datang saja ke rumahku",
sahut Amran.
"Materinya
apa ?" tanya Waki' ingin tahu lebih lanjut.
"Pokoknya
dateng aja dulu", Amran tidak menjelaskan apa
materi pengajiannya.
Pengajian
apa ya ? Kok materinya saja seperti
disembunyikan ? Baiklah, Waki' akan datang. Yang penting, datang
dulu. Bagaimana nantilah. Waki' pasrah pada taqdir, kemana ia akan
dibawa. (SsS)
***
0 komentar