https://www.idblanter.com/search/label/Template
https://www.idblanter.com
BLANTERORBITv101

#5 Bela diri

Minggu, 09 Desember 2018

          Malam itu, setelah makan malam sekitar seratus orang murid-murid yunior perguruan pencak silat itu dikumpulkan di suatu ruangan yang cukup luas. Ruangan itu merupakan salah satu dari ruangan-ruangan rumah peristirahatan di daerah Puncak Pass, Bogor. Waki' salah satu dari murid-murid tersebut. Murid-murid hanya duduk lesehan di atas tikar-tikar. Murid-murid yunior itu, memang sedang mengikuti acara penyerahan baju latihan resmi perguruan pencak silat tersebut. Setelah penyerahan baju latihan resmi tersebut, murid-murid yunior akan menjalani latihan-latihan bela diri pencak silat dengan mengenakan seragam latihan atasan putih lengan panjang dan bawahan celana "gombrong - cingkrang" hitam. Plus, sabuk bela diri yang masih berwarna putih, tentunya. Tidak seperti hari-hari latihan sebelumnya, Waki' dan murid-murid yunior - pada tingkat yang dinamakan Dasar Satu - melakukan latihan pencak silat hanya memakai pakaian bebas kaos T-shirt dan celana training.

          Waki' dan murid-murid Dasar Satu seluruhnya telah berkumpul di ruangan itu. Salah seorang instruktur pelatih membawakan acara di depan sambil memegang- megang suatu pipa besi dari tangkai pompa merek "Dragon".

          "Tek !", tiba-tiba terdengar seperti benda patah sangat keras. Murid-murid terkejut, sambil mencari sumber suara tersebut.

          " Eh, putus ...", ucap instruktur perlatih pembawa acara yang berada di depan. Murid-murid perguruan pencak silat seluruhnya, sontak mengarahkan pandangannya pada pipa besi yang ada di tangan isntruktur perlatih itu.

          Hei, ternyata pipa besi tangkai pompa "Dragon" tersebut patah di tangannya. Istruktur itu seolah-olah tanpa sengaja memutuskan pipa tersebut. Ia sambil tersenyum menunjukkan pipa tersebut telah terpotong menjadi dua. Ia mematahkan besi pipa pompa "Dragon" dengan hanya seperti memotes tangkai suatu tanaman. Semua hadirin berdecak kagum, sambil tentunya berangan-angan kapan mereka bisa seperti itu.


          "Kalian semua akan bisa seperti ini ! Tapi dengan apa ? Dengan latihan yang rutin, tekun dan tanpa putus asa !" instruktur yang bernama Mas Ekky yang ramah itu mengarahkan, memberi semangat dan motivasi kepada para murid Dasar Satu.

          "Nah, setelah ini kalian akan melihat bagaimana mas-mas kalian melakukan suatu bentuk latihan yang akan mengantar pada suatu kemampuan tingkat tinggi seperti tadi yang saya lakukan. Ayo ikuti saya !" Mas Ekky memberi perintah kepada murid-muridnya.

           Murid-murid Dasar Satu, dan tentu termasuk Waki' dipandu oleh Mas Ekky ke ruang terbuka yang terletak di ruang belakang rumah peristirahatan tersebut. Ruang terbuka tersebut cukup luas, kira-kira seperempat lapangan bola luasnya. Waki' dan murid-murid lainnya melihat beberapa senior mereka - sekitar tujuh orang - sedang duduk bersila di atas hamparan rumput ruang terbuka, tepatnya taman belakang rumah tersebut. Tangan-tangan mereka berada di depan dada-dada mereka. Kedua telapak tangan mereka saling menangkup seperti patung Budha. Akan tetapi anehnya, kedua telapak tangan yang saling menangkup tersebut tidak saling menyentuh. Ada jarak di antara keduanya sekitar lima centimeter. Hei, apa yang sedang mereka lakukan ? Kepala-kepala mereka tertunduk, seolah-olah khusyu sekali.

          Tiba-tiba tangan-tangan mereka yang telapak-telapaknya saling berhadapan itu bergetar-getar. Getaran tangan-tangan mereka makin kencang, makin bergoncang-goncang kesana-kemari. Selanjutnya, goncangan-goncangan tersebut makin menggila. Tubuh-tubuh para senior itu bergerak. Gerakan-gerakan nya tidak asal saja, akan tetapi itu merupakan gerakan-gerakan jurus beladiri. Gerakan-gerakannya ada yang seperti Brucelee, ada yang seperti Jacky Chen, dan lain sebagainya. Masing-masing mempunyai karakter gerakan jurus yang berbeda-beda. Waki' merasakan ada kejanggalan dalam gerakan-gerakan tersebut. Gerakan-gerakan nya konstan dan cepat. Seakan-akan para senior yang melakukannya tidak ada lelahnya. Waki' merasakan bahwa itu bukan tenaga mereka sendiri. Waki' berpikir, ini seperti orang kesurupan. Waki' pernah melihat orang-orang seperti ini dalam suatu pertunjukan kuda lumping. Dan, Waki' sudah tahu orang-orang kuda lumping itu sedang kesurupan. Kemasukan jin jahat, sehingga dapat melakukan hal-hal di luar kebiasaan manusia biasa seperti ; makan beling (kaca), berjalan di atas api, dan sebagainya.

          Gerakan-gerakan jurus-jurus silat para senior tersebut lama kelamaan makin melemah. Mereka satu persatu akhirnya ada yang terduduk, ada juga yang terbaring lemas. Mereka seperti tidak dalam keadaan sadar. Lalu, para pelatih yang lebih senior yang dari tadi hanya mengawasi, menyentuh bagian punggung-punggung para senior yang sudah lemas itu. Sontak, mereka seperti tersadar, dan pulih kembali.

          Apakah yang mereka para senior alami tadi ? Mengapa mereka bergerak seperti orang kesetanan ?

         "Inilah yang namanya ilmu getaran", tiba-tiba Mas Ekky bersuara menjelaskan.

          Tiba-tiba ada seorang murid yunior berdiri sembari mengacungkan tangannya. Seorang bertubuh kekar dengan perawakan yang menunjukkan kerasnya pendirian. Di sekitar dagu dan pipinya tumbuh jenggot dan cambang yang dipotong pendek, sehingga menambah kesan keras dan seram pada wajahnya. Apalagi, tulang rahang pada dagunya terlihat menonjol memberi kesan sangar. Permukaan kulit wajahnya terlihat kasar, ada semacam guratan-guratan disana. Waki' menebak mungkin usianya di atas tiga puluh lima tahunan.

         "Ma'af saya boleh bertanya ?", orang itu mulai berbicara sambil tersenyum. Senyumnya seketika seakan menghapus kesan seram yang ada pada wajahnya. Wajah sangar itu berubah menjadi begitu ramah, walau masih dihiasi rambut-rambut pendek yang tumbuh kasar pada jenggot dan cambangnya.

          Seketika itu juga, seluruh pandangan murid Dasar Satu dan para pelatih senior tertuju padanya. Ada apa gerangan dengan orang yang berperawakan mengerikan akan tetapi ramah itu ?

          "Ya, silahkan ...", sahut Mas Ekky sambil mengangkat tangannya mempersilahkan, tak
lupa senyum selalu tersungging pada wajahnya.

           "Jadi begini, jika saya lihat latihan yang dilakukan para senior yang kata Mas tadi namanya getaran, kok seperti orang kesurupan ya ? Apa itu karena seperti kemasukan jin atau makhluq halus ? Setahu saya di dalam agama yang saya anut dalam hal ini Islam, itu dilarang. Mohon dijelaskan ...terima kasih sebelumnya.", orang dengan perawakan kasar itu bertanya panjang lebar dan setelah bertanya ia kembali duduk.

            "Begini, getaran itu bukan kesurupan, akan tetapi itu suatu ilmu menangkap getaran-getaran yang ada di alam. Di alam raya ini ada suatu ....", Mas Ekky mulai memaparkan apa itu yang namanya getaran. Selanjutnya, Waki' tidak fokus lagi mendengarkan penjelasan Mas Ekky. Waki' masih melihat dan menperhatikan orang yang berperawakan kasar tadi. Orang yang dengan lantangnya berani bertanya, bahkan seakan menuduh bahwa getaran itu adalah kesurupan. Orang itu adalah salah satu murid tingkat dasar satu dari seluruh murid. Orang itu duduk agak jauh dari tempat posisi duduknya Waki'. Waki' pikir, tidak akan ada orang yang punya pertanyaan seperti itu, kecuali orang itu punya perhatian terhadap agamanya, peduli terhadap kelurusan keyakinannya. Waki' punya ide ingin menyapa dan berkenalan dengan orang itu. Mungkin, ini suatu peluang untuk lebih mengetahui apa itu Islam. Tapi, apa mau dikata posisi duduk Waki' dan orang itu berjauhan. Baiklah, nanti setelah bubar acara saja.

          "Assalamu'alaikum ...", Waki' memberi salam pada orang yang berperawakan kasar itu, sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.

          "Wa'alaikumussalam...", balas orang itu, menyalami tangan Waki'.

          "Kenalkan nama saya Waki'", Waki' memperkenalkan dirinya.

          " Arman ...", orang berperawakan kasar menyebutkan namanya.

           Tak berapa lama, Waki' terlibat perbincangan dengan Arman cukup lama. Acara perkumpulan murid-murid yunior perguruan pencak silat telah selesai. Waki' dan Arman berbincang-bincang layaknya dua orang yang baru berkenalan. Berbicara tentang asal-usul, alamat tempat tinggal, keadaan orang tua, kegiatan sehari-hari dan banyak lagi. Tentu saja mereka membahas tentang ilmu 'getaran' yang mereka lihat tadi. Mereka sepakat bahwa ilmu getaran itu tidak bedanya dengan kesurupan jin atau makhluq halus. Dan, itu dilarang dalam Islam. Agaknya Arman lebih mengetahui tentang Islam daripada Waki'. Arman berbagi lebih banyak kepada Waki'. Sehingga, Waki' lebih banyak bertanya kepada Arman. Berdasarkan informasi tanya-tanya kepada senior mereka, ilmu getaran akan di dapat pada tingkat lima atau tingkat enam dalam perguruan pencak silat tersebut. Sedangkan Waki' dan Arman masih berada di tingkat satu. Akhirnya, mereka sepakat tetap berguru di perguruan itu sampai pada tingkatan yang masih tidak menyelisihi keyakinan mereka. Entahlah, mungkin sampai tingkat empat atau tingkat berapa.

          Latihan demi latihan, Waki' jalani dengan tekun dan semangat. Kemampuan bela diri itu ia serap dengan mudah. Semua, tergantung niat dan motivasi. Jika niat dan motivasi kuat, yaitu sebagai bekal dalam menjalani jalan yang Waki' bayangkan akan penuh tembok menjulang dan jurang menganga, maka mudah saja bagi Waki'. Pertemanan dengan Arman pun makin dekat dan akrab. Di sela-sela waktu latihan jika masuk waktu sholat, mereka melakukan sholat bersama-sama. Mereka juga banyak berdiskusi tentang Islam di jeda-jeda waktu latihan.

           Pernah suatu ketika, perguruan pencak silat tersebut mengadakan ujian pengambilan "sabuk merah" sebagai persyaratan untuk naik ketingkat dua yaitu yang dinamakan tingkat Dasar Dua. Salah satu ujian yang dilaksanakan adalah lari marathon dalam suatu kelompok yang terdiri sekitar sepuluh orang murid tingkat satu. Lari marathon tersebut dilakukan di malam hari sampai menjelang pagi. Ketika menjelang waktu subuh, kelompok-kelompok lari marathon tersebut telah sampai pada pos terakhir yaitu pada garis finish. Mereka sampai bertepatan dengan dikumandangkannya adzan subuh. Pos terakhir tersebut berada di suatu daerah perkampungan pelosok kabupaten. Suasana pedesaan penuh pohon, sawah dan rumah-rumah sederhana penduduk menghiasi daerah itu.

           Demi mendengar adzan subuh yang berkumandang, Waki' langsung memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari tempat sholat. Dimanakah adzan itu dilantunkan ? Waki' mencari-cari penduduk yang bisa ia tanya dimanakah masjid. Ketika, sedang mencari-cari, Waki melihat Arman. Arman tidak satu kelompok dengan Waki'. Ternyata Arman juga sedang mencari tempat sholat. Akhirnya mereka berdua bersama-sama mencari tempat sholat. Ternyata masjid yang mengumandangkan adzan subuh tadi jauh letaknya, sedangkan matahari makin bangkit akan menyembulkan dirinya dari permukaan bumi. Jika sampai matahari terbit, maka waktu subuh sudah habis.

           Jika demikian, bagaimanalah bisa sholat subuh ? Kemudian mereka berdua ada ide untuk menumpang sholat di salah satu rumah penduduk. Tidak jauh dari mereka berdua, ada rumah penduduk dengan gaya rumah Betawi. Rumah dengan teras yang sangat luas. Baiklah, sepertinya rumah itu yang bisa sebagai tempat menumpang sholat. Mereka berdua bisa sholat di teras, tanpa masuk ke dalam rumah. Sehingga tidak mengganggu 'privasi' tuan rumah. Singkat cerita, akhirnya Waki' dan Arman dapat menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim, sholat subuh. Bahkan, mereka bisa melakukan sholat subuh secara berjama'ah, karena ternyata banyak murid-murid tingkat satu perguruan pencak silat itu yang terpanggil ikut menunaikan sholat subuh secara bersama-sama. Mengapa ? Ya karena melihat Waki' dan Arman sholat di teras rumah tersebut. Mereka telah menjadi sebab ingatnya para murid lain tentang kewajiban mereka. Alhamdulillah.

           Kejadian tersebut, menjadi sebab makin akrabnya Waki' dan Amran. Setelah selesai sholat subuh, mereka pun berbincang-bincang.

           "Amran, kamu suka ikut pengajian nggak ?" tanya Waki' pada Amran sambil mereka berjalan kembali menuju kelompok ujian kenaikan tingkat perguruan pencak silat. Waki' berpikir, Amran lebih banyak mengetahui tentang Islam, pastilah ia belajar tentang Islam, entah di pondok pesantren ataukah di suatu pengajian, atau entahlah dimana. Apalagi semangat dan kepedulian Amran terhadap keselamatan keyakinannya layak diacungkan jempol bagi Waki'

           "Ya ikut sih, kamu mau ikut ?" Amran langsung menawarkan.

           "Ya mau saja, dimana ?", bak gayung bersambut Waki' langsung menyetujui.

           " Kalau begitu, kamu datang saja ke rumahku", sahut Amran.

          "Materinya apa ?" tanya Waki' ingin tahu lebih lanjut.

           "Pokoknya dateng aja dulu", Amran tidak menjelaskan apa materi pengajiannya.

            Pengajian apa ya ? Kok materinya saja seperti disembunyikan ? Baiklah, Waki' akan datang. Yang penting, datang dulu. Bagaimana nantilah. Waki' pasrah pada taqdir, kemana ia akan dibawa. (SsS)

***


Author

www.sketsarumah.com

Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...