Rumah itu
tidak besar. Rumah sederhana terbuat dari tembok batu bata.
Berukuran kira-kira enam meter kali dua belas meter, rumah tersebut
bukanlah termasuk rumah yang besar. Terletak di bagian selatan pusat
ibukota, di daerah yang cukup padat. Kusen, pintu dan jendelanya
dilapisi cat yang sepertinya cat murah, karena banyak yang sudah
terkelupas. Rumah Arman telah di hadapan Waki' dan Tris.
Sore
tadi, setelah waktu Ashar, Waki' bersama
Tris bau saja turun dari kendaraan umum. Mereka turun di suatu mulut
gang di daerah selatan pusat ibukota. Waki' sengaja dan berhasil
mengajak Tris, teman kos lamanya dan satu jurusan dalam perkuliahan
di sekolah tinggi. Waki' pikir, jika ia bisa mengajak salah seorang
temannya, tentu Waki' bisa ajak tukar pikiran dan berdiskusi tentang
pengajian yang akan ia ikuti. Dan, Tris mau. Tris ikut tanpa ada
penolakan. Tris adalah teman Waki' yang cukup terbuka. Tris mudah
menerima kebaikan-kebaikan. Dari awal 'ngekos' di rumah kos kontrakan
lama Waki' memang cocok berteman dengan Tris. Dan, Tris lah yang
mengikuti seluk beluk mengapa terjadi perubahan mental pada Waki'.
Tris juga satu perguruan dan satu tingkat dalam perguruan pencak
silat yang Waki' ikuti. Tentu saja Tris juga kenal dengan Amran.
Kemudian,
mereka menyusuri gang tersebut sambil
mencari alamat yang dituju, rumah Amran.
"Assalamu'alaikum...",
Waki' memberi salam dan sudah berada di
depan bingkai pintu depan rumah Amran.
"Wa'alaikumussalam
...", sahut suara dari dalam rumah. Terdengar langkah kaki yang
makin mendekat.
Pintu depan
rumah terkuak.
"Eh,
Waki' dan Tris ....apakabar ? Masuk, masuk ...", Amran menyalami
mereka dengan jabat tangan yang erat sekali. Amran mengajak masuk ke
dalam rumah, ke dalam ruang tamu yang cukup sempit dengan kursi-kursi
model lawas dan sederhana. Dan, tentu suasana rumah Arman pun serba
sederhana. Arman mempersilahkan duduk, tak lupa senyum selalu
melengkapi wajah seramnya.
Waki' dan
Tris duduk. Merekapun terlibat pembicaraan
layaknya baru pertama kali berkunjung ke rumah teman mereka, Arman.
Bicara tentang apakah sulit mencari rumah Arman, naik kendaraan apa,
berangkat jam berapa, lalu lintas macet apa tidak, dan bla bla bla.
Di tengah
obrolan, sekonyong-konyong Waki' bertanya, "Kita
jadi ikut pengajian gak ya ?, dimana sih pengajiannya ? Ustadznya
siapa ?"
Raut
wajah Arman terlihat ingin menjawab, akan
tetapi ia menghentikan, ia diam sejenak.
"Kita
ngaji di rumah ini, ya ... sekarang, pemberi materinya untuk saat
ini sementara saya sendiri, nanti jika mulai masuk ke materi-materi
yang mendalam ada pemateri yang khusus dan lebih tinggi lagi."
Arman menjelaskan.
Waki' dan
Tris saling berpandangan. Keheranan.
Hei,
Waki' mengira akan diajak Arman ke suatu pengajian, entah di
masjid mana, dan pemberi materi ustadz siapa begitu. Kok, ini di
rumah saja, pemberi materinya dia sendiri pula. Aneh ! Lalu peserta
pengajiannya siapa saja ? Jika pengajian diadakan di rumah ini, yang
sempit ini, cukup berapa orang ? Berbagai pertanyaan bertalu-talu di
benak Waki'.
"Pesertanya
siapa saja ?" tanya Waki' lagi untuk
mencari jawaban dari pertanyaan di dalam benaknya.
"Kalian
berdua," jawab Arman mantap.
Lho, kok
hanya berdua saja. Waki' semakin heran saja.
Tris juga tercengang. Sejenak hening mengendap di awang-awang ruang
tamu.
Amran
bangkit dari duduknya memecah keheningan, "Ayo kita mulai saja."
Amran
melangkah menuju pintu yang terletak di
samping ruang tamu, dan membukanya. "Kita ngaji di sini, ayo
masuk saja," Amran mengajak Waki' dan Tris yang masih ragu-ragu
untuk masuk ruang tersebut.
Baiklah,
Waki' dan Tris mengikuti saja. Mereka masuk ke ruangan tersebut.
Ruang yang cukup sempit jika memang untuk digunakan pengajian. Ruang
dengan ukuran kira-kira tiga meter kali tiga meter itu tidak ada
perabotan apapun, kecuali tikar anyaman plastik terhampar dan sebuah
whiteboard yang disandarkan begitu saja pada dindingnya. Ada sebuah
spidol 'boardmaker' tergeletak begitu saja di depan whiteboard itu.
Waki' mengedarkan matanya ke sekeliling ruangan. Rasa-rasanya ruangan
ini memang khusus untuk pengajian, dan sudah sering digunakan untuk
hal itu. Terlihat dari tikar yang terhampar, terasa sangat melekat
pada lantainya, bukan layaknya tikar dengan sisa lipatan-lipatan
kecil yang baru saja dihamparkan.
Amran
duduk di samping whiteboard, begitu pula
Waki' dan Tris mengikuti duduk di hadapan Amran. Pengajian pun
dimulai. (SsS)
***
0 komentar